Membangkang Adalah Seni Membebaskan Diri dari Keterpurukan


pixabay.com


Aku adalah seorang mahasiswa yang besar di pusaran Pulau Sulawesi, meskipun menurutku belum pantas gelar mahasiswa disandarkan pada orang sepertiku. Banyak orang yang mengaku bahkan berbangga diri  sebagai mahasiswa.

Menunjukkan seakan-akan mereka adalah dewanya para intelektual. Mahasiswa menurutku adalah orang pilihan yang memiliki kelebihan rasio, bertaruh dengan impian dan hidup bersama penderitaan rakyat.

Perkataan Dosen bukanlah wahyu, buku-bukunya bukanlah kitab suci dan Ia bukanlah Dewa. Memberi sketsa dari keambiguan materi, itulah Dia. Sehingga salah satu dari beberapa titik yang lahir dari kontemplasi tadi adalah guru.

Berangkat dari ketidaktahuan yang membuat diri ini penasaran akan kata orang, bahwasanya menuntut ilmu itu enak, tenteram bahkan terhormat.

Sampai akhirnya aku memutuskan untuk   merobek rasa penasaran yang terus menghantui seakan-akan menarik ku ke dalam kubangan air yang dangkal.

Sehingga dalam kontemplasi yang singkat aku menemukan beberapa titik, titik yang nantinya menjadi sebuah garis penunjuk untuk membuktikan kebenaran tentang perkataan khalayak indahnya menuntut ilmu itu, yang sampai saat ini aku anggap masih sebatas hipotesis.

Baca Juga : Jejak Kiyai Dahlan dan Gagasan Perempuan Berkemajuan

Ketika orang-orang berbangga diri dengan kepintarannya, di saat itu pula muncul sebuah teori yang sering kusebut teori MOB (Menjadi Orang Bodoh).

Menjadi orang bodoh bukan berarti meninggalkan dunia literasi, justru dengan kebodohan, hati, jiwa dan pikiran akan terpacuh untuk senantiasa merenungi dan menafsirkan dirimu.

seberapa rendahnya kau dimata orang-orang sehingga tidak ada kata sombong yang menggantung di ranting pohon perjuangan yang telah kau tanam. Maka titik berikutnya adalah teori.

Sebelum bergelar “Maha”, aku sempat terperangkap dan terkurung di dalam lingkaran ketertinggalan atau sederhananya, gagal ilmu dan gagal proses. Tidak ada pilihan selain menetap dan berpartisipasi di dalamnya karena keterbatasan relasi.

Hingga pada sebuah pertemuan yang kuanggap sebagai padang mahsyar, ada sekelompok orang yang bersikap bak malaikat, berJas Kuning.

Bergegas meninggalkan masa lalu dengan kaki dan tangan sendiri, membuatku sadar dan sedikit yakin tentang perkataan orang-orang yang kuanggap hanya sebatas hipotesis.

Sementara itu pergerakan kuning juga ikut menarik jiwa, siapa yang tidak tertarik pada indahnya dirinya, yang mau menerima segala bentuk kepribadian, termasuk aku.

Dalam perjalanan panjang, merasakan sunyi, sedih, dan letihnya melakoni peran sebagai matahari, harapan pun mulai timbul, dan terus mekar dari ketidakyakinan.

Berharap ikut merasakan indah, nikmat dan nyamannya menuntut ilmu. Dan sekarang aku percaya akan hal itu.

‘’plaaak’’....sebuah tamparan manja mendarat di pipi yang tak bersalah, ternyata itu hadiah untuk ku yang sedang melamun.

Membayangkan semua hal yang mungkin orang lain tidak memikirkannya. Ingin rasanya menua bersamanya, layaknya sunset dan senja yang begitu romantis.

Takdir mungkin tak berpihak kepadaku, sekarang aku harus pergi. Meninggalkan semua jejak petualangan yang mengajarkan tentang sederhananya hidup.

Maka tibalah satu masa dimana aku berpisah dengan orang tua, teman, dan si kuning yang telah menemani prosesku sejak mengenal dunia terang. Si Kuning itu adalah IPM (Ikatan Pelajar Muhammadiyah)

Sebenarnya berat rasanya meninggalkan semuanya, tapi ini adalah kesempatan untuk belajar yang kemudian akan membawa warna baru dalam keluarga ataupun lingkungan sekitar.

Seringkali mendapat cacian yang sangat panas sehingga menjadi tamparan sekaligus pendorong agar aku semakin kuat dan yakin untuk segera melakukan perubahan pada diri sendiri.

Dicap sebagai sampah, itulah yang membuatku berpikir, mau sampai kapan aku seperti ini yang karena ulahku, keluargaku pun terkena dampak yaitu malu.

Baca Juga : Tuanku Tuhan 

Mungkin ini saatnya menebus semua kekecewaan orang tua terhadapku, meskipun hanya dengan cara seperti ini setidaknya aku sudah berani memutar haluan perbuatanku yang dulunya pahit menjadi dan menuju hidup yang manis.

Kita diciptakan punya tangan, mata, telinga, dan kaki. Artinya, kita bisa untuk menciptakan sesuatu dari apa yang telah diberikan kepada kita.

Buatlah cara atau proses belajarmu sendiri, tidak perlu mengomentari proses orang lain, meskipun metodemu sering disoroti, karena menurut mereka tidak akan berhasil.

Yakinlah keberhasilan itu akan terus bersamamu apabila kau mampu untuk merangkai proses.

Terkadang aku berpikir siapa sebenarnya yang harus aku dengarkan dan aku patuhi. Manusia?, aku rasa tidak, karena mereka bukan Tuhan dan bukan pula sebagai dewa yang perkataannya selalu dibenarkan.

Hidup ini adalah pilihan, kenapa kau tidak memilih untuk mengikuti dirimu sendiri, menaati dirimu sendiri, bukankah itu lebih baik daripada engkau terus tunduk dengan ketidaknyamananmu saat ini?.

“Hidupmu harus berprinsip, jangan mau terjebak dalam kekuasaan yang tak tahu kekuasaan itu sendiri. Karena pada hakikatnya kekuasaan adalah mampu membuat orang berkuasa atas dirinya di dalam sebuah kekuasaan, sehingga dapat membebaskan dirinya dari penjara kekuasaan itu sendiri”.

Jangan Lupa Tinggalkan Komentarmu !!

Comments