Payung Harapan #3

Lanskap, Pedesaan, Bidang, Alam, Pohon

Kupetik bunga kuning nan cerah secerah mentari pagi ini, sekejap kupandangi betapa indahnya ciptaan Tuhan. Beberapa menit aku memandangnya, sampai lupa kalau hari ini harus ke rumah kakek. Dan alhamdulillah aku tak berperang dengan pikiran karena tugas kampus belum diberikan oleh dosen. 

Hati dan rindu, yaa, dua kata yang harus kujaga dan kuperangi. Kenapa rindu harus diperangi? Ya karena rinduku sepihak. Kakiku mulai melangkah, berjalan dengan perlahan menikmati merdunya suara arus sungai yang mengalir searah dengan tujuanku. 

Mataku memandang jauh dan tiba-tiba terfokus pada satu titik, yaa satu titik. Kudekatkan jarak pandangku dan kucoba memperjelas pendengaranku. “Ku kira satu-satunya, ternyata salah satunya”, begitulah kalimat yang sempat terekam oleh telingaku. 

Baca juga : Payung Harapan #2

Makin kuperjelas pandangku ke arah pohon ketapang yang di bawahnya terdapat gazebo yang indah. Sebelum melangkah lebih dekat, terlebih dahulu pikiran membawaku mencari penafsiran kalimat yang sempat terekam tadi.  

Sambil berjalan sambil berpikir layaknya pemikir sejati, padahal yang dipikirkan adalah kalimat dari orang yang mungkin tak memikirkan. Tapi menurutku itu hal yang sangat penting untuk ditafsirkan. Terus berjalan, meluruskan pandangan, tak berani menengok ke gazebo yang berpenghuni itu. 

Iya berpenghuni, bukan angker yaa. Rumah kakek hampir sampai, barulah kutengok ke belakang. Terlihat jelas raut wajah yang sedang murung. Aku seperti seorang detektif yang pada akhirnya hampir paham dengan situasi.


 Kucoba untuk menghubungkan kalimat tadi dengan raut wajahnya. Dari situ mulai timbul sebuah kesimpulan kalau dia sedang patah, bukan patah kaki yaa, melainkan patah hati. “Dia”, yaaa dia yang saat ini kukagumi, yang saat ini ku rindu, yang saat ini kutunggu. 

Kagum yang mencipta rindu, rindu yang mencipta tunggu dan tunggu menghasilkan perjuangan. Meski saat ini kurasa kagum, rindu dan tunggu itu hanya sepihak yaitu pada diriku bukan pada dirinya.

Rumah kakek adalah tempat terindah dikala sedang gunda, pohon jambu dengan buah yang memerah, di sampingnya ada pohon mangga yang buahnya mulai menguning. 

Dan di bawah pohon mangga tempatku menatap wajahnya yang ku yakin itu adalah wajah masa depanku. Jarak 50 meter tidak memburamkan pengelihatanku.........

See You Next Time....

Comments

Post a Comment