IPM ke IMM ?

Hasil gambar untuk IPM dan IMM berdampingan logo

IPM ke IMM
(Rahmat Ibn Sagaf)
Ikatan Pelajar Muhammadiyah adalah salah satu Ortom dari organisasi dakwah Muhammadiyah. IPM lahir pada tanggal 18 Juli 1961 bertepatan pada 5 Shafar1381 H, dengan ketua umum Herman Helmi Farid Ma’ruf dan sekretaris umum Muh. Wirsyam Hasan melalui konferensi Pemuda Muhammadiyah di Surakarta pada tanggal 18-20 Juli 1961. Berdirinya Ikatan Pelajar Muhammadiyah tidak lepas dari latar belakang berdirinya Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah islam amar ma’ruf nahi mungkar. IPM di bentuk  sebagai wadah untuk membina dan mendidik kader yang berada di sekolah-sekolah Muhammadiyah, yang tidak lain adalah Amal usaha Muhammadiyah.
Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah adalah sebuah Organisasi Gerakan Mahasiswa islam, sekaligus organisasi Otonom Muhammadiyah yang bergerak di bidang keagamaan, kemahasiswaan dan kemasyarakatan. IMM berdiri di Surakarta pada tanggal 14 Maret 1964 M bertepatan pada 29 Syawal 1384 H, yang di pelopori oleh Ayahanda Moh. Djazman Al Kindi, yang tidak lain adalah pendiri pondok perkaderan Muhammadiyah yaitu Pondok Hajjah Nuriah Shabran. Kelahiran IMM juga merupakan respon atas persoalan-persoalan Umat. Sehingga bisa dikatakan kelahiran IMM merupakan sebuah keharusan sejarah.
Dalam tulisan ini saya menuliskan secuil sejarah berdirinya IPM dan IMM sebagai bahan refleksi kita untuk bagaimana kita bisa memperbaiki kondisi ortom kedepannya khusunya IPM dan IMM. Yang menjadi inti pembahasan dari tulisan ini adalah penyelarasan pemikiran tentang kedudukan IPM dan IMM sebagai sarana untuk melangsungkan dakwah muhammadiyah di kakangan pelajar ataupun mahasiswa. Ini menjadi sebuah keresahan tersendiri yang harus direnungi. Melalui kontemplasilah sebuah gagasan kemungkinan akan terwujud. Berhikmat dalam ikatan sangatlah indah, yang keidahan nya tidak bisa diukur oleh apapun, kerena bagiku berorganisasi adalah sebuah kesengsaraan yang menjelma menjadi pelipur lara dikala bimbang dalam menafsirkan makna hidup. Akan tetapi, ada kalanya kenikmatan itu pudar, tapi itulah seninya dalam berhimpun.
Disini saya akan menuliskan satu atau lebih mengenai keresahan yang saya alami selama berhikmat di ikatan, yang mungkin dalam keresahan ini lahir sebuah pemikiran dan gagasan baru untuk bagaimana ikatan ini akan terus kuat yang di ikat oleh simpul mati.
1.      Adanya dikotomi antara IPM dan IMM
Mungkin ini adalah kekeliruan yang sangat fatal ketika kita menganggap bahwasanya antara IPM dan IMM adalah sebuah satuan terpisah. IPM dan IMM adalah satu kesatuan yang tidak bisa di pisahkan. Di IPM kita di ajarkan untuk bagaimana bermuhammadiyah, di ajarkan tentang ideologi Muhammadiyah dan di ajarkan untuk bagaimana bisa memegang teguh ajaran islam. Yang dalam dalama fungsinya, IPM adalah wadah penanaman idiologi bagi kader-kader muhammadiyah dikalangan pelajar. Kemudian masuk ke IMM, di IMM kita di tuntut untuk menjalankan dan mengemplementasikan pemahaman idiologi kita dalam kehidupan bermasyarakat.
Bolehkah kader IPM masuk ke IMM?, tentunya sangat boleh karena kalau bukan kita yang mengisi ruang-ruang ortom siapa lagi. Lalu, apakah kita harus mengikuti perkaderan IMM lagi, yang pada kenyataannya kita sudah mengikuti perkaderan di IPM, Taruna Melati misalnya. Tentunya perlu, Tiap-tiap ortom dalam dalam perkaderan, masing-masing punya sistem yang berbeda. Maka sangat tidak etis jikalau seorang kader IPM yang masuk ke dalam rana IMM tidak mengikuti perkaderan di IMM. Kenapa saya mengatakan sangat tidak etis, karena apa yang ada di perkaderan IMM belum tentu ada di perkaderan IPM begitupun sebaliknya. Lantas alasan apalagi yang kita kemukakan untuk tidak ikut perkaderan IMM ketika hendak masuk ke rana IMM?. Ketika kita mengatakan saya tidak perlu mengikuti perkaderan imm karena sudah memahami muhammadiyah, itu adalah hal yang keliru. Karena salah satu bentuk dari kesombongan seorang penuntut ilmu adalah merasa sudah cukup akan ilmu yang di perolehnya. Maka dari itu marilah sama-sama kita memperjuangkan muhammadiyah melalui ortom, karena kita adalah pelopor dan pelangsung yang harus mengawal dan melaksanakan kebijakan-kebijakan yanga ada di Muhammadiyah. Tulisan ini saya buat kerena keresahan saya pribadi, yang apabila terdapat banyak kesalah dalam bertutur mohon di maafkan. IPM adalah Muhammadiya, IMM pun Muhammadiyah. Jadi tidak ada salahnya ketika kita berhikmat di dalamnya.

“Hidup untuk bergerak, tapi ingat jangan mencari hidup dalam pergerakan”
(Rahmat Ibn Sagaf)

     



Comments